Cerita Tentang Esensi yang Mendahului Eksistensi
-catatan selepas baca
Di sebuah hari malas seperti hari-hari saya lainnya,tangan saya mencari sebuah buku lama di rak untuk nostalgia membaca. Buku-buku yang saya cintai melebihi kecintaan saya pada diri,terus memanggil nama saya dan waktu terus berputar seperti ingin membunuh jaman. Kemudian pilihan itu jatuh kepada sebuah buku warna kuning dengan sampul bergambar Joker.Buku berjudul "Misteri Soliter" karya Jostein Gaarder. Hal yang membuat saya menyukai kisah ini bukan saja dari takdir yang dijalani bocah kecil dari Norwegia yang mencari Bundanya di dunia mode Yunani,tetapi lebih kepada seorang pelaut tua yang tersesat di pulau ajaib dan menjadi "Tuhan" bagi kartu reminya sendiri. 52 kartu yang awalnya diangan-angankan sebagai manusia,kini berubah jadi hidup senyata manusia. Dalam sebuah kesepian,pikiran bisa terfokus pada khayalan. Dan kesepian Frode membuat kartu-kartunya hidup.Esensi (sebuah idea) yang melahirkan eksistensi mahluk dalam cerita karangan Gaarder tersebut adalah metafora dari (kerja) Tuhan.
Hal tersebut adalah kebalikan dari diktum sang filsuf raksasa-Jean Paul Sartre. Ya,memang ini cuma sekadar novel surreal yang menceritakan tentang petualangan bocah kecil di sepanjang Alpen dalam perjalanan mencari Bundanya,tetapi lebih dari itu Gaarder mencoba mengira-ngira apa yang dilakukan oleh Tuhan(bagi mereka yang percaya) sebelum menciptakan kita dengan perumpamaan si pelaut tua yang mencintai gagasan bahwa kartu-kartu reminya hidup di dalam alam ideanya. Konklusinya adalah bahwa Tuhan berpikir sebelum menciptakan kita. Mungkin penciptaan itu ia renungkan dalam tempo sesingkat-singkatnya sebelum ia berkata, "jadilah!" Seperti kasus Frode yang mencintai angan-angan bahwa kartu-kartu reminya hidup dan menemani kesepiannya di pulau ajaib dimana ia tidak bisa menembus keluar pulau.Barangkali Tuhan gembira bahwa sesuatu yang bermula dari gagasan(kata) kini menjadi mahluk yang bernama manusia.
Apakah Tuhan pernah terkejut ketika ciptaannya bisa menyusun dan memberontak kepadaNya. Dan itu diumpamakan Gaarder sebagai sosok Joker. Joker yang bukan dari golongan Wajik,Sekop,Hati ataupun Keriting,memilih memberontak agar abadi. Joker adalah seorang eksistensialis. Etre en soi yang kini mengobjekkan dunia menjelma etre pour soi dalam bahasa Sartre. Joker yang sebelumnya merupakan sesuatu atau mahluk yang diobjekkan Tuhannya(Frode) memilih memberontak dan membunuh tuannya dalam artian 'Tuhan telah mati." Memilih bebas sebebas-bebasnya. Dan inti dari eksistensialisme adalah mengenyahkan mauvaise foi(keyakinan yang buruk) dalam artian percaya pada Tuhan. Manusia total bebas tak mungkin berpegangan dengan keyakinan kecuali dirinya sendiri ;begitulah Sartre pahamkan pada kita. Di buku "Misteri Soliter" sang eksistensialis Joker memang memberontak untuk meraih dunianya sendiri dari Tuhannya yaitu Frode dengan impian ingin melihat dunia luar(dunia di luar pulau ajaib dimana Frode jadi pencipta dan kartu-kartu dihidupkan). Ia tidak mempunyai keyakinan akan Penguasa di atasnya karena ia sendiri hidup mengada dan barangkali eksistensinya mendahului esensi dari diri itu sendiri. Ia sudah berada bagi dirinya meski sebelumnya ia tunduk pada Tuhannya.
Di sebuah hari malas seperti hari-hari saya lainnya,tangan saya mencari sebuah buku lama di rak untuk nostalgia membaca. Buku-buku yang saya cintai melebihi kecintaan saya pada diri,terus memanggil nama saya dan waktu terus berputar seperti ingin membunuh jaman. Kemudian pilihan itu jatuh kepada sebuah buku warna kuning dengan sampul bergambar Joker.Buku berjudul "Misteri Soliter" karya Jostein Gaarder. Hal yang membuat saya menyukai kisah ini bukan saja dari takdir yang dijalani bocah kecil dari Norwegia yang mencari Bundanya di dunia mode Yunani,tetapi lebih kepada seorang pelaut tua yang tersesat di pulau ajaib dan menjadi "Tuhan" bagi kartu reminya sendiri. 52 kartu yang awalnya diangan-angankan sebagai manusia,kini berubah jadi hidup senyata manusia. Dalam sebuah kesepian,pikiran bisa terfokus pada khayalan. Dan kesepian Frode membuat kartu-kartunya hidup.Esensi (sebuah idea) yang melahirkan eksistensi mahluk dalam cerita karangan Gaarder tersebut adalah metafora dari (kerja) Tuhan.
Hal tersebut adalah kebalikan dari diktum sang filsuf raksasa-Jean Paul Sartre. Ya,memang ini cuma sekadar novel surreal yang menceritakan tentang petualangan bocah kecil di sepanjang Alpen dalam perjalanan mencari Bundanya,tetapi lebih dari itu Gaarder mencoba mengira-ngira apa yang dilakukan oleh Tuhan(bagi mereka yang percaya) sebelum menciptakan kita dengan perumpamaan si pelaut tua yang mencintai gagasan bahwa kartu-kartu reminya hidup di dalam alam ideanya. Konklusinya adalah bahwa Tuhan berpikir sebelum menciptakan kita. Mungkin penciptaan itu ia renungkan dalam tempo sesingkat-singkatnya sebelum ia berkata, "jadilah!" Seperti kasus Frode yang mencintai angan-angan bahwa kartu-kartu reminya hidup dan menemani kesepiannya di pulau ajaib dimana ia tidak bisa menembus keluar pulau.Barangkali Tuhan gembira bahwa sesuatu yang bermula dari gagasan(kata) kini menjadi mahluk yang bernama manusia.
Apakah Tuhan pernah terkejut ketika ciptaannya bisa menyusun dan memberontak kepadaNya. Dan itu diumpamakan Gaarder sebagai sosok Joker. Joker yang bukan dari golongan Wajik,Sekop,Hati ataupun Keriting,memilih memberontak agar abadi. Joker adalah seorang eksistensialis. Etre en soi yang kini mengobjekkan dunia menjelma etre pour soi dalam bahasa Sartre. Joker yang sebelumnya merupakan sesuatu atau mahluk yang diobjekkan Tuhannya(Frode) memilih memberontak dan membunuh tuannya dalam artian 'Tuhan telah mati." Memilih bebas sebebas-bebasnya. Dan inti dari eksistensialisme adalah mengenyahkan mauvaise foi(keyakinan yang buruk) dalam artian percaya pada Tuhan. Manusia total bebas tak mungkin berpegangan dengan keyakinan kecuali dirinya sendiri ;begitulah Sartre pahamkan pada kita. Di buku "Misteri Soliter" sang eksistensialis Joker memang memberontak untuk meraih dunianya sendiri dari Tuhannya yaitu Frode dengan impian ingin melihat dunia luar(dunia di luar pulau ajaib dimana Frode jadi pencipta dan kartu-kartu dihidupkan). Ia tidak mempunyai keyakinan akan Penguasa di atasnya karena ia sendiri hidup mengada dan barangkali eksistensinya mendahului esensi dari diri itu sendiri. Ia sudah berada bagi dirinya meski sebelumnya ia tunduk pada Tuhannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar